Teori
Nilai
Teori
nilai memberikan jawaban atas pertanyaan Apakah sebabnya barangbarang
mempunyai nilai? Dan faktor-faktor mana yang mempengaruhi
tinggi/rendahnya nilai suatu barang. Beberapa ahli ekonomi membahas
teori nilai menurut pandangannya masing-masing. Dalam garis besarnya,
teori nilai dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu : teori nilai
objektif, dan teori nilai subjektif.
Teori
Nilai Objektif
Mazhab
Klasiklah yang pertama kali mempelajari soal nilai, terutama nilai
tukar. Teori nilai objektif menyelidiki nilai suatu barang dengan
barang itu sendiri sebagai objek penelitian. Bagaimana terjadinya
barang itu? Apakah barang itu mempunyai guna pakai dan guna tukar?
Dalam hal menilai, produsen mempunyai peranan penting, karena
produsenlah yang menghasilkan barang serta mengetahui seluk beluk
proses produksi barang itu sampai dapat dijual di pasar.
Sebagai
dasar dalam penyelidikan teori nilai objektif ialah:
1) barang
yang akan diselidiki.
2) penilaian dari pihak produsen.
3)
apakah barang itu memiliki guna pakai dan guna tukar?
Beberapa
pelopor teori nilai objektif yaitu:
Adam
Smith dengan teori nilai biaya produksi
David
Ricardo: teori nilai biaya produksi tenaga kerja
Karl
Marx: teori nilai tenaga rata-rata masyarakat dan teori nilai lebih
Carey:
teori nilai biaya reproduksi
David
Humme dan John Locke dengan teori nilai pasar.
1)
Ajaran Nilai Biaya Produksi (Adam Smith)Untuk
membuat suatu benda telah dipergunakan modal dan tenaga. Orang harus
memberikan pengorbanan berupa modal dan tenaga. Pengorbanan berupa
modal dan tenaga inilah yang menjadi nilai dari benda tersebut. Nilai
suatu benda menurut teori ini adalah sama dengan nilai yang
dipergunakan berupa modal dan tenaga (biaya produksi). Teori Adam
Smith dikenal dengan nama Teori Nilai Biaya produksi (Cost Value
Theory). Sering pula terjadi bahwa perbaikan dalam cara produksi
menyebabkan biaya produksi sangat berkurang. Hal ini dapat
diperhatikan dalam ajaran nilai biaya reproduksi dari Carey.
2)
Ajaran Nilai Bia a Produksi Tenaga Kerja (Da id Ricardo)Nilai
barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk
menghasilkan barang itu. Tenaga kerja yang dimaksud oleh Ricardo
adalah meliputi tenaga kerja manusia dan perkakas dan mesin-mesin,
karena perkakas dan mesin-mesin kalau dianalisis ternyata tidak lain
adalah hasil dari tenaga kerja. Ricardo membedakan barang menjadi
dua golongan:
a) barang yang tidak mungkin diganti atau
diperbanyak, seperti : lukisan. Nilai barang ini ditentukan oleh
penggemar.
b) Barang yang mudah diperbanyak, nilainya ditentukan
oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang
tersebut. Berkaitan dengan itu, tenaga kerja merupakan alat penunjuk
nilai dalam tukar-menukar
3)
Ajaran Nilai Tenaga rata-rata Mas arakat dan Teori Nilai Lebih (Karl
Mar )
Pendapat
Karl Marx ini merupakan kelanjutan hasil pemikiran Ricardo. Tenaga
kerja adalah sumber nilai, dan nilai tukar suatu benda ditentukan
oleh jumlah tenaga kerja rerata masyarakat. Yang dimaksud dengan
masyarakat adalah tenaga manusia termasuk perkakas dan mesin yang
dipakai dalam produksi sebenarnya juga tenaga kerja, yaitu tenaga
kerja yang sudah mengkristal. Teori tenaga kerja Karl Marx dipakai
sebagai dasar untuk menyusun “teori pemerasan”, yang mengkritik
terjadinya kepincangan-kepincangan sosial ekonomi dalam masyarakat.
Teori pemerasan ini sangat membantu dalam menguraikan teori nilai
lebih (value added).
4)
Ajaran Teori Nilai Bia a Reproduksi (Carey)Menurut
Carey, nilai barang harus didasarkan atas biaya reproduksi, yaitu
biaya untuk memproduksi kembali suatu barang. Contohnya : untuk
membuat meja belajar diperlukan biaya Rp 150.000,00. Setelah satu
bulan kemudian karena harga kayu naik, maka diperlukan biaya Rp
200.000,00. Sehingga jumlah uang Rp 200.000,00 merupakan biaya
reproduksi.
5)
Ajaran Teori Nilai Pasar (David Humme dan John Locke)Ajaran
nilai David Humme dan John Locke ini juga disebut market value
theory. Menurut teori ini, nilai suatu barang bergantung pada
permintaan dan penawaran barang di pasar. Jika penawaran lebih besar
daripada permintaan maka nilai barang akan turun. Sebaliknya jika
permintaan lebih besar daripada penawaran, maka nilai barang akan
naik.
6)
Ajaran Nilai Batas (Carl Menger, Stanley Jevons, Leon Walras)Teori
Menger, Jevons, dan Walras tidak saling berhubungan dalam membuat
teori guna batas. Teori ini kemudian dikembangkan oleh Von Bohm
Bawerk, Von Weiser, dan Joseph Schumpeter.
b.
Teori Nilai Subjektif
Para
pelopor teori nilai subjektif adalah Herman Heinrich Gossen, Karl
Menger, dan Von Bohm Bawerk. Dalam teori nilai objektif dikemukakan
bahwa suatu barang yang memiliki guna pakai umum akan bernilai
tinggi. Akan tetapi teori ini terbentur pada suatu paradoks bahwa air
yang mempunyai guna pakai tinggi, tetapi bernilai rendah, sedangkan
berlian/intan yang mempunyai guna pakai umum kecil, tetapi justru
bernilai tinggi. Paradox antinomi nilai ini tidak dianalisis lebih
lanjut oleh ajaran klasik.
Analisis nilai suatu barang harus
berpangkal pada subjek pemakai berhubung dengan pemuasan
kebutuhannya. Gambaran yang lebih jelas dapat kalian ikuti analisis
pemuasan kebutuhan menurut Hukum Gossen. Teori nilai menurut Gossen
terkenal dengan nama hukum Gossen I dan hukum Gossen II Hukum Gossen
I berbunyi “ Jika pemuasan kebutuhan dilakukan terus menerus, maka
kenikmatan semakin lama semakin berkurang, dan pada suatu saat akan
tercapai titik kepuasan” Hukum Gossen I disebut hukum guna batas
yang semakin menurun.
Bagaimana kenyataan hukum Gossen I tersebut
dalam praktik? Hukum Gossen tidak selalu berlaku tepat, karena ada
faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Dalam kenyataan hukum Gossen I
masih mendapatkan kritikan:
1. Tidak berlaku bagi pengisap madat,
ganja, miras, obat terlarang (narkoba) yang semakin banyak minum
justru semakin merasakan kenikmatan.
2. Orang tidak selalu
memuaskan satu macam kebutuhan hingga mencapai kepuasan maksimal.
Pada saat memuaskan telah mencapai titik kepuasan tertentu akan
menyusul kebutuhan lain yang harus dipuaskan pula. Untuk
menyempurnakan hukum pertama, Gossen menyusun analisisnya lebih
lanjut . Hasilnya adalah Hukum Gossen II, yang berbunyi “Manusia
berusaha memuaskan kebutuhannya yang beraneka ragam hingga mencapai
tingkat intensitas yang sama (harmonis). Hukum Gossen II ini
dipergunakan oleh Karl Menger untuk menyelidiki bagaimana orang
membagi penghasilannya guna memenuhi kebutuhannya yang
bermacam-macam. Pada umumnya seseorang akan menggunakan
penghasilannya dengan sebaik-baiknya agar supaya kebutuhannya yang
bermacam-macam dapat dipenuhi hingga tingkat kepuasan yang sama.
Kebutuhan yang perlu di dahulukan misalnya, makan, pakaian,
perumahan, pendidikan, kesehatan baru kebutuhan sekunder seperti:
rekreasi, hiburan, dan tabungan. Untuk kejelasan tersebut,paparan ini
dapat kalian perhatikan pada daftar preferensi kebutuhan dibawah
ini.
Pak Masruri mempunyai penghasilan Rp. 1.500.000,00 sebulan.
Maka uang sebanyak ini tidak akan dipergunakan unrtuk memuaskan satu
macam kebutuhan saja, misalnya hanya untuk makan sampai tingkat
kepuasan yang maksimal, sedangkan kebutuhan lainnya diabaikan. Akan
tetapi pendapatan Pak Masruri akan dipergunakan sebaik-baiknya agar
supaya beberapa kebutuhannya dapat dipuaskan sampai tingkat kepuasan
yang sama
****
Setiap
kali kamu melakukan kegiatan ekonomi selalu berhubungan dengan barang
dan jasa. Nah, barang dan jasa yang digunakan, baik oleh konsumen
maupun produsen dalam kegiatan ekonomi tersebut mempunyai nilai.
Nilai suatu barang yang dimaksud adalah kemampuan pakai barang
untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kemampuan tukar barang terhadap
yang lain. Dari pengertian tersebut, maka nilai suatu barang dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan nilai pakai dan nilai tukar.
Nilai
Pakai (Value in Use)
Nilai
pakai dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
Nilai
pakai subjektif, artinya nilai yang diberikan oleh seseorang terhadap
suatu barang karena barang tersebut dapat dipakai untuk memenuhi
kebutuhannya.
Nilai
pakai objektif, artinya kemampuan dari suatu barang untuk dapat
memenuhi kebutuhan manusia pada umumnya.
Nilai
Tukar (Value in Exchange)
Berdasarkan
nilai tukarnya, suatu barang dapat dikelompokkan dalam nilai tukar
subjektif dan nilai tukar objektif.
Nilai
tukar subjektif, artinya nilai yang diberikan oleh seseorang terhadap
suatu barang karena barang tersebut dapat ditukarkan dengan barang
lain.
Nilai
tukar objektif, artinya kemampuan dari suatu barang untuk dapat
ditukarkan dengan barang yang lain.
Perlu
kamu ketahui, bahwa dalam teori nilai objektif lebih menitikberatkan
pada kaum produsen, sedangkan konsumen lebih cenderung menilai barang
dari segi subjeknya, atau siapa yang menilai. Oleh karena itu, teori
perilaku konsumen merupakan teori nilai subjektif.
-
|
|
Komputer merupakan
contoh barang yang mempunyai nilai pakai da\n nilai tukar.
|
Untuk
lebih jelasnya berikut ini akan dibahas mengenai teori nilai objektif
beserta tokoh-tokohnya.
Menurut
Humme dan Locke, nilai suatu barang sangat tergantung pada permintaan
dan penawaran barang di pasar.
Teori
ini dikemukakan oleh Adam Smith. Menurutnya, nilai suatu barang
ditentukan oleh jumlah biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen
untuk membuat barang tersebut. Menurutnya, semakin tinggi nilai pakai
suatu barang, nilai tukarnya pun juga akan semakin tinggi.
Menurut
David Ricardo, nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah biaya tenaga
kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang tersebut.
Menurut
Carey, nilai suatu barang ditentukan jumlah biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan barang itu kembali (biaya reproduksi). Oleh karena
untuk menentukan nilai suatu barang tidak berpangkal pada biaya
produksi yang pertama kali, tetapi pada biaya produksi yang
dikeluarkan sekarang.
Menurut
Karl Marx, tenaga kerja mempunyai nilai tukar dan nilai pakai bagi
pengusaha. Dalam hal ini pengusaha harus membayar nilai tukarnya
untuk mendapatkan nilai pakainya. Kelebihan nilai pakai atas nilai
tukar inilah yang disebut nilai lebih.
Adapun tokoh-tokoh yang
mengemukakan teori nilai subjektif di antaranya sebagai berikut.
Dalam
teori nilai subjektif, Gossen mempelajari cara pemuasan kebutuhan
yang dikemukakan dalam Hukum Gossen I dan Hukum Gossen II. Hukum
Gossen I, yaitu hukum kepuasan yang semakin berkurang (law of
diminishing utility), yang berbunyi “Jika suatu kebutuhan dipenuhi
terus-menerus, maka kenikmatannya makin lama makin berkurang,
sehingga akhirnya dicapai rasa kepuasan”.
Hukum
Gossen II, yaitu hukum perata nilai batas atau law of marginal
utility, berbunyi “Manusia akan berusaha untuk memenuhi berbagai
macam kebutuhannya sampai pada tingkat intensitas yang sama”.
Dalam
Teori Nilai Austria, Karl Menger melanjutkan penelitiannya
berdasarkan Hukum Gossen dengan membuat daftar kebutuhan konsumen,
sehingga konsumen membagi pendapatannya untuk memenuhi berbagai
kebutuhan sampai mencapai tingkat intensitas yang harmonis.
Teori
Von Bohm Bawerk disebut Teori Nilai Batas. Nilai batas adalah nilai
yang diberikan kepada barang yang dimilikinya paling akhir atau nilai
pemuasan yang paling akhir.